Three Years

Satu Kisahku dengannya telah usai saatku menulis sajak tentang kita. Dia matahariku. Kala sedang merekah-rekahnya. Di luar sedang hujan, tidak lebat, tidak gerimis. Hari ini memasuki tahun baru, awal bulan baru dengan harapan baru. Januari. Bulan hujan, bulan patah hati. Ah, semoga tidak ya. Tapi, aku menikmati hujan di luar rumah dari celah jendela. Daun kering yang tersapu air berguguran pun aroma basah tanah menyeruak. Syahdu, sendu, namun pilu. Yang patah akan tumbuh, yang hilang akan berganti. Rupanya buku dan pena di sampingku tak mau kalah menemani hujan sore ini. Setelah beberapa saat kembali menyelesaikan tulisanku yang sudah hampir dua puluh menit aku menatap semburat cahaya merah tembaga redup bertahap bersama sayup-sayup kejauhan rerintik mengerang jatuh dari genting rumah seolah memberi isyarat kepadaku. Punah Ketika langit-langit semakin menua Saat hujan tertahan di antara mega Ada sesuatu yang terasa hampa Ada gemuruh rasa yang tak lagi senada Parasmu masih me...